Aktif ikut
dalam memperjuangkan kemerdekaan sejak muda, Bondan sudah sejak usia remaja
mempunyai hasrat ingin bergabung dengan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).
Barulah pada saat umur 18 tahun, sebagai batas minimum seseorang ikut bergabung
disebuah organisasi non pemerintahan Belanda, Bondan memutuskan bergabung
dengan PNI yang pada kongres 27-30 Mei 1923 berganti nama menjadi Partai
Nasional Indonesia.
Keaktivannya di PNI inilah, yang harus dibayar
mahal. Pada tahun 1929 dia ditahan dan diasingkan ke Tanah Merah di Boven Digul
Papua, bersama tokoh pergerakan lainnya, Bung Hatta dan Sutan Sjahrir sebagai
tahanan politik. Hal ini merupakan tindakan drastis dari pihak kolonial untuk menangkapi semua
anggota pengurus PNI di seluruh Indonesia, baik di tingkat pusat maupun cabang.
Hal inilah yang terulang kembali pada tahun 1935, dimana tokoh-tokoh perjuangan
kemerdekaan seperti Sjahrir, Hatta, Maskun, Burhanudin, beserta Bondan
diasingkan kembali ke Boven Digul, Papua, agar mereka sulit untuk membangun komunikasi
dan jaringan politik dengan tokoh pergerakan lainnya.
Berbeda dengan Bung Hatta dan Sjahrir yang
hanya di tahan selama setahun sebelum dipindahkan ke Bangka, Bondan tetap
berada di Digul sebelum akhirnya pada tahun 1943 para warga Digul dievakuasi ke
Australia karena meletusnya perang Dunia ke II.Hal ini tidak lepas karena saat itu, Tanah Merah terkadang didatangi pesawat
jepang yang sering memuntahkan peluru-pelurunya dari senapan mesin dan
kadang-kadang mereka juga menjatuhkan bom untuk menghantam radio atau kapal
yang kebetulan sedang berlabuh membongkar muatan bahan makanan.
Dalam situasi demikianlah penguasa Belanda yang
diwakili Van der Plas merencanakan pengungsian orang buangan ke luar negeri.
Mulai tanggal 29 Mei dan berakhir tanggal 10 juni 1943. Pada mulanya Pemerintah Belanda memanipulasi
bahwa tapol dari Digul disebutkan sebagai tawanan perang yang pro-Jepang. Namun
lama-kelamaan hal ini terbongkar dan menimbulkan amarah public di Australia.
Pemerintah Australia sendiri kemudian membebaskan para tapol untuk keluar dari
tangsi tahanan dan memberikan kebebasan buat para tapol untuk mencari pekerjaan
di Australia.
Pada tahun 1945, Bondan mendengar Soekarno
Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Bondan dan rekan-rekannya
mengorganisir diri membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM) di Brisbane yang
bertugas untuk memberi dukungan pada Negara Indonesia yang baru merdeka.
Sedangkan para pelaut Indonesia mendirikan SARPELINDO (Serikat Pelaut
Indonesia) yang kemudian menjalin hubungan baik dengan serikat Buruh Australia
untuk melakukan pemogokan terhadap kapal-kapal Belanda. KIM ini terus
berkembang di beberapa kota lain sehingga kemudian dibentuk CENKIM (Central
Komite Indonesia Merdeka) untuk mengorganisirnya.
CENKIM ini kemudian bertugas menjadi corong
informasi tentang perkembangan di Indonesia, membangun hubungan diplomatic
informal dengan Australia, membangun hubungan dagang (walau kurang berkembang
karena Indonesia masih bergejolak), mengatur pemulangan para tapol ke tanah air
hingga melakukan penggalanagan bantuan kemanusiaan korban perang revolusi
kemerdekaan. CENKIM mempunyai peran strategis dalam membangun hubungan baik
Indonesia – Australia. Melalui CENKIM ini, Bondan dan Molly yang saat itu
bekerja sebagai volunteer di CENKIM , dipertemukan dan menikah tahun 1946.
Molly yang sejak semula simpati dengan perjuangan bangsa Indonesia kemudian
ikut pindah ke Indonesia tahun 1947. Di tanah air, kota Yogyakarta adalah
tujuan pertama, mengingat tahun 1947, pemerintahan pusat memang dipindah di
Yogya.
Sepulang dari perjuangan di Australia, Bondan
kemudian mengabdikan diri menjadi Pegawai Negeri Sipil di Departemen Perburuhan
untuk urusan pelatihan dan pengembangan kualitas SDM. Walaupun hanya
berpendidikan HIS, namun orang mengakui dedikasi, perjuangan dan pengalaman
Bondan. Sedangkan Molly mengabdikan diri menjadi pegawai Departemen Penerangan,
dialah yang nantinya dipercaya oleh Bung Karno untuk menerjemahkan setiap
Pidatonya ke dalam bahasa Inggris. Hal ini terjadi yakni setelah penerjemah
terdahulu, yakni Tom dan Renee Atkinson pulang ke negaranya, Inggris. Sejak
itu, Molly-lah satu-satunya petugas penerjemah pidato Bung Karno ke dalam
bahasa Inggris.
Namun, sisa-sisa penyakit malaria hitam yang
diperolehnya di Digul membuat Bondan beberapa kali jatuh sakit dan mengalami
gangguan pendengaran. Bondan akhirnya meninggal tahun 1990 setelah menderita
kanker paru-paru akut. Dia meninggalkan Alit (anak dari perkawinannya dengan
Molly) dan Uwoh (anak dari pernikahannya dengan istri pertamanya yakni Dedeh
yang diceraikannya ketika Bondan berada di tahanan Digul).
Oleh : Syamsul Arifin (Syamsul008)
No comments:
Post a Comment