Saturday, August 8, 2015

Pahlawan yang Terlupakan

Sejarah Indonesia memiliki berbagai  peristiwa yang menandai cerita besar bangsa ini. Bangsa yang besar juga memiliki sosok dan tokoh yang membawanya besar pula, begitu kata Herbeth Feith. Sejarah  adalah bagian dari hidup manusia sebagai ‘peran sosial’ nya. Meskipun sejarah dapat meliputi segala aspek bidang, pastilah di dalamnya terdapat manusia pendukungnya.

Sosok manusia maupun tokoh sejarah agaknya sering kita sebut sebagai pahlawan. Pahlawan yang kita kenal di Sekolah Dasar sebagai orang yang besar, mengalahkan penjajah, memproklamasikan Negara, dan bergambar di buku Atlas kita. Pahlawan yang kita kenal adalah pahlawan yang di-analogikan sebagai manusia suci penuh perjuangan. Pahlawan yang kita kenal ada-lah pahlawan yang diajarkan kita dari pen-didikan dasar hingga menengah. Padahal sejarah tidak dapat diajarkan secara seten-gah-setangah. Masalah yang timbul sekarang, apa perkataan Bung Karno ‘bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya’ sudah kita amini? Sudahkah bangsa ini mengha-yati peranan pahlawan? Lantas siapa pahlawan yang Anda kenal?

Kembali membuka lembar sejarah yang ada, satu atau beberapa tokoh dapat me-wakili setiap peristiwa di tiap masa dan zamannya. Malah ada tokoh yang bertahan di beberapa zaman. Seperti Sukarno, Hatta, Sjahrir, Diponegoro, Pattimura, Imam Bon-jol, dsb. Namun tahukah Anda bahwa di negeri ini menyimpan orang-orang besar yang dapat kita jadikan perhatian.

Gelar pahlawan disematkan pada satu hal, yakni pahlawan nasional. Secara kom-prehensif, Kementerian Sosial sebagai yang punya hajat mengeluarkan regulasi yang jelas namun rumit untuk menyeleksi para tokoh calon pahlawan. Kemudian timbul kontroversi pada tokoh yang diajukan terkait politik dalam negeri. Ini menjadi tidak etis manakala pahlawan adalah ba-rang ajuan. Padahal seharusnya, pahlawan tidak hanya sebagai koleksi kerja kementeri-an sosial saja. Namun pihak-pihak terkait harus dapat belajar apa yang telah dil-akukan calon pahlawan pada masa dulu. Tanggung jawab moral adalah jawabannya. Tiap tokoh sejarah di zaman sekarang, mes-kipun sudah meninggal, nama, peningga-lan, dan beban moral masih tertambat pada dirinya.

Pahlawan dapat dibedakan menjadi dua, yakni pahlawan nasional dan pahla-wan daerah. Maksudnya, tokoh yang ber-tindak di seputar lingkup nasional dapat dikatakan pahlawan nasional, sedangkan tokoh yang bergerak pada tingkat bawah disebut pahlawan daerah. Namun pem-bedanya hanya dengan cara apa ia kontri-busi untuk Negara, bisa di bidang militer, politik, ekonomi, ataupun sosial. Banyak pahlawan yang dilukiskan dalam buku-buku sejarah. Namun banyak pula yang tidak. Majalah ini mencoba menggali sosok dan peran tokoh sejarah yang mewakili masanya di pelbagai bidangnya. Tokoh ini belum sampai diajukan sebagai pahlawan, baik sifatnya nasional maupun daerah. Ket-erwakilan itu kami sadur dari beberapa tokoh; yakni Mohamad Bondan, Latif Hen-draningrat, Kasman Singodimejo, dan Nitisemito.

Gerak juang pahlawan yang disebut menjadikan namanya besar sebesar jasanya. Itu amengetahui nama dan perannya saja. Majalah ini kemudian akan menggali pemikiran, tindakan serta sumbangan untuk Negara agar dapat dipahami dan dihayati secara menyeluruh oleh penerus bangsa.


Mohammad Bondan adalah eks-digulis, ia berjuang bagaimana menjadi penghubung Negara yang baru terbentuk di bidang politik luar negeri. Teknik melobi di dapat-nya dari tiap organisasi dan pengalaman hidup tinggal di luar negeri. Perannya sungguh memukau manakala di daulat menjadi konsulat di Australia. Namun alih-alih hidupnya begitu sederhana di masa jabatan tersebut. Di zaman pergerakan Nitisemito berusaha keras untuk me-makmurkan pabrik rokok ciptaannya. Sam-pai ia menjadi pengusaha terkaya pada masanya. Seiring waktu perusahaannya digerogoti oleh pendudukan Jepang. Na-mun semangat usaha yang tak mengeyam pendidikan ini sungguh sangat diapresiasi. Dalam Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus, nama Latif Hendraningrat di-jadikan sebagai pengibar bendera Merah Putih. Namun perannya lambat laun hilang dalam perkembangan sejarah. Perannya direduksi hanya sebatas orang yang mengi-bar bendera saja. Dan terakhir pada peru-musan Negara, Kasman Singodimejo ada-lah seorang moderat yang ulung dalam jajak pendapat. Perannya dalam perumusan dasar Negara seharusnya juga dapat diberi apresiasi tinggi.

Dalam kesempatan ini, saya ingin berbagi majalh sejarah sebagai bagian dari tugas kuliah Jurnalistik saya dan teman-teman kuliah di jurusan sejarah Universitas Negeri Sejarah. Majalah ini akan menyuguhkan peran, sosok, dan pelajar hidup yang bisa diambil pembaca untuk dapat lebih tahu dan paham bahwa masih banyak sosok pejuang yang hidup di dalam bayang-bayang memori kolektif kita.

Untuk lebih lanjut silahkan bisa baca di link berikut ini. Majalah Riwajatmoe

ditulis oleh : Ulil Fachrudin, Syamsul Arifin, dkk

No comments:

Post a Comment